Minggu, 21 November 2010

Bapak, Engkau Luar Biasa



“Ayah jangan tidur di kamarku !” pekik seorang anak kepada ayahnya.

“Lalu ayah harus dimana, kamu lihat sendiri kamar ayah dipakai Eyang. Eyang datang jauh-jauh, masak tidak kamu hormati. Tegakah kamu melihat ayahmu tidur di luar, di depan televisi. Banyak sekali nyamuk di sana! Jawab ayah sambil memendam kesedihan.

Tiba-tiba aku teringat. Dengan caranya sendiri bapak memberikan kasihnya, yang mungkin kita tak mengerti. Pernah suatu ketika muncul kejengkelan ketika setiap perbuatan yang kita lakukan selalu dilaporkan ibu kepada Bapak.

“Ah ibu kenapa ember sekali sih, sedikit-sedikit bilang ke Bapak” Teriakku dalam hati.

Lalu ada kupasan cantik tentang kasih sayang Ayah dari salah satu kawan lewat blog manisnya.

Mungkin dulu sewaktu kamu kecil, Ibu-lah yang lebih sering mengajakmu bercerita atau berdongeng, tapi tahukah kamu, bahwa sepulang Ayah bekerja dan dengan wajah lelah Ayah selalu menanyakan pada Ibu tentang kabarmu dan apa yang kau lakukan seharian?

Lalu teringat kembali, waktu itu sedang sibuk-sibuknya mengerjakan Tugas Akhir sehingga sering sekali ke rumah teman. Maklum printer di rumah jenis pita, jadi hasilnya kurang bagus untuk gambar berwarna. Pulang larut malam pun tak bisa dihindarkan padahal Bapak menetapkan jam malam tidak lebih dari pukul 09.00. Dengan setianya Bapak menunggu anaknya pulang, walaupun jelas terlihat beliau sudah mengantuk dan lelah sekali. Di depan rumah, sambil sesekali melihat ujung jalan, siapa tahu anaknya sudah terlihat. Dulu tidak seperti sekarang, dulu telepon seluler masih menjadi barang mahal. Akupun belum berpikiran untuk memilikinya. Mungkin jika ada, mudah saja ya, tinggal tekan tombol panggil dan mengatakan “ Bapak, anakmu pulang telat, maaf ya....., Bapak tidur dulu saja”

Lalu blog manis kawanku berkata :

“Saat kamu mulai lebih dipercaya, dan Ayah melonggarkan sedikit peraturan untuk keluar rumah                 untukmu, kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya. Maka yang dilakukan Ayah adalah duduk di ruang tamu, dan menunggumu pulang dengan hati yang sangat khawatir …”

Dan ketika aku datang, bukan bentakan yang aku dapat, beliau berkata “bersihkan dirimu, jika lapar makanlah dulu, lalu tidurlah”. Kemudian beliau mengunci semua pintu dan pergi tidur.

Lalu teringat satu peristiwa yang lebih jauh lagi, dimasa kanak-kanak. Kebiasaan yang tak terhindarkan dan sedikit memalukan saat itu adalah suka ngelindur. Apa saja bisa dilakukan, ngomong nggak jelas, nyanyi sok-sok melo, marah-marah bahkan makan selimut pernah juga. Wuih..... Satu peristiwa akibat mengigau, dengan mata terpejam, tiba-tiba berjalan ke dapur dan masuk rumah dengan membawa sebuah pisau di tangan. Wuih apa ya yang sedang ada di alam bawah sadar saat itu ?

Sejak peristiwa itu, bahkan sampai sekarang Bapak tak pernah lupa menyimpan semua pisau-pisaunya di dalam laci lemari, tempat yang tidak dengan mudah bisa dijangkau oleh anak-anaknya.
 
Aku tahu bahwa engkau melakukan ini untuk menjagaku? karena bagi Bapak, anak-anaknya adalah sesuatu yang sangat – sangat luar biasa berharga …

Lalu saat saudara perempuan dilamar lelaki lain, Laki-laki yang aku sangat hormati itu menangis. Tangisan yang keras, yang seakan-akan ingin mencurahkan segala kasih sayangnya. Kenapa Bapak menjadi sangat terharu ?

Lagi-lagi aku menengok blok manis kawanku.

Ayah menangis karena Ayah sangat berbahagia, kemudian Ayah berdoa 
 Dalam lirih doanya kepada Tuhan, Ayah berkata :
 “Ya Tuhanku, … Putri kecilku yang lucu dan kucintai telah menjadi wanita dewasa yang cantik…Bahagiakanlah ia bersama calon suaminya …”
 

Bapak engkau sosok yang selalu terlihat kuat
Bahkan ketika engkau tidak kuat untuk tidak menangis
Engkau terlihat tegas bahkan saat ingin memanjakanku
Aku tahu betapa engkau mencintai kami, anakmu
Bahkan saat engkau harus menahan keinginanmu
Bahkan saat engkau harus rela memakai barang usang
Hanya demi melihat anakmu memakai barang baru

Bapak, Terima kasih
Kau menjadi pelindung saat yang lain mengusikku
Tak ingin aku merepotkanmu
Sebisa mungkin inginku wujudkan impianmu yang tertunda
Karena kami, anak mu
Mencintaimu selalu.....

Jika kelak, ada lelaki lain yang menjadi pelindungku
Percayalah, engkau tak pernah tergantikan
Akan ku antar cucu-cucumu bermain bersamamu
Mencintaimu selalu.....

Selengkapnya...

Jumat, 19 November 2010



Bagaimana mungkin aku bosan,
Padamu yang keseriusannya kutunggu
Bagaimana mungkin aku bosan,
ketika asaku ingin kusematkan bersama

Mungkin benar, aku mulai bosan,
Hanya duduk menungggu,
Pohon ini besar,
Tapi tak meneduhkan lagi,
Bukan karena ia mulai tua,
atau daun yang berguguran
Tapi musim ini, membuat bumi bergeser
Dan panasnya mulai terasa

Mungkin benar, aku mulai bosan,
Ketika aku hanya mendengar tapi tidak nyata,
Ketika kata seakan ingin lepas dari genggaman

Ya, aku mulai bosan,
Dan kebosananku nyaris berubah
Selengkapnya...

Rabu, 17 November 2010

Mutiara Cinta: Rumput tetangga belum tentu lebih hijau

Mutiara Cinta: Rumput tetangga belum tentu lebih hijau: "Membaca berita di kompas e paper yang berjudul 100 TKI berbulan-bulan menunggu kepulangan, saya tergelitik untuk berkomentar. Kawan, se..."

Selengkapnya...

Rumput tetangga belum tentu lebih hijau



Membaca berita di kompas e paper yang berjudul 100 TKI berbulan-bulan menunggu kepulangan, saya tergelitik untuk berkomentar. Kawan, setelah sekian lama beristirahat, jemari dan pikiran ini mulai terusik ketika ada seorang kawan dekat bercerita tentang anak temannya yang menunggu di berangkatkan ke negeri orang untuk menjadi seorang TKI. TKI (Tenaga Kerja Indonesia) pantaslah disebut sebagai pahlawan devisa. Mereka yang bekerja mengorbankan segalanya, tetapi orang lain yang merengguk keuntungan, termasuk majikan, penyalur dan negara. Devisa yang di hasilkannyapun pastinya sangat besar. Bagaimana tidak, dari India saja jumlah TKI yang menunggu kepulangan ada 100 orang, sedangkan di Arab ada 100.000 orang. Itu yang menunggu kepulangan, belum lagi yang masih belum bisa hengkang dari majikannya dan belum lagi yang masih kerasan.

Terkadang bingung sekali dengan mereka, mengapa mereka berlomba-lomba ingin pergi ke negeri orang, bahkan dengan keterampilan yang minim pun mereka nekat. Padahal tidak sedikit berita yang menunjukkan bukti bahwa sebagian besar TKI yang menunggu kepulangan atau yang pulang dengan luka di tubuh permanen, dan mengalami penyiksaan fisik dan psikis.


Biyuh-biyuh, jika mereka berpikir bisa mengumpulkan rupiah atau dolar dari bekerja di luar, rasanya kok sedikit yang menceritakan demikian. Cerita yang paling banyak adalah sudah berbulan-bulan mereka tidak menerima gaji dan mengalami penyiksaan. Pun demikian dengan yang sedang menunggu kepulangan di konsulat, tidak bisa segera berkumpul dengan keluarga karena tidak ada ongkos untuk pulang dan paspor yang masih ditahan majikan.

Ada seorang kawan lain yang bercerita, sanak saudaranya ada yang menjadi TKI. Alih-alih untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, eh malahan bukan uang yang didapati, tetapi pulang dengan tangan hampa dan mendapati keluarganya telah tercerai berai. Kawanku itu kemudian dengan keukehnya mengatakan kepada semua orang “nggak usah jadi TKI, kebisaan apa yang kamu miliki lakukanlah. Bisa masak ya jualan makanan. Bisa nyemen ya jadilah pekerja bangunan. Di negerimu sendiri, bukan di negeri orang lain.”

Mungkin jika ingin berpikir untuk menjadi TKI, kau harus berpikir 2 kemungkinan. Pertama, jika kamu tidak punya kemampuan bahasa dan skill lain, maka kau akan tertahan tidak bisa pulang atau pulang dengan luka permanen. Kedua, jika kau punya skill dan kemampuan berbahasa dan mungkin kau akan betah tinggal di sana, maka kau akan melupakan keluargamu yang menunggu mu atau kau akan membentuk keluarga baru di sana. Wuih nggak enak kabeh.......

Di masa globalisasi ini, memang benar dunia tanpa batas, kita bisa ke negeri orang, orang asing pun bisa ke negeri kita. Tapi berpikirlah, jika kau ke negeri orang, Apa yang sudah kamu punya untuk bisa bersaing di sana, jika engkau hanya punya harga diri maka hargailah dirimu di negerimu dulu, karena belum tentu orang di luar sana akan menghargaimu lebih tinggi dari harga yang kau patok untuk dirimu sendiri.

Selengkapnya...