Rabu, 17 November 2010

Rumput tetangga belum tentu lebih hijau



Membaca berita di kompas e paper yang berjudul 100 TKI berbulan-bulan menunggu kepulangan, saya tergelitik untuk berkomentar. Kawan, setelah sekian lama beristirahat, jemari dan pikiran ini mulai terusik ketika ada seorang kawan dekat bercerita tentang anak temannya yang menunggu di berangkatkan ke negeri orang untuk menjadi seorang TKI. TKI (Tenaga Kerja Indonesia) pantaslah disebut sebagai pahlawan devisa. Mereka yang bekerja mengorbankan segalanya, tetapi orang lain yang merengguk keuntungan, termasuk majikan, penyalur dan negara. Devisa yang di hasilkannyapun pastinya sangat besar. Bagaimana tidak, dari India saja jumlah TKI yang menunggu kepulangan ada 100 orang, sedangkan di Arab ada 100.000 orang. Itu yang menunggu kepulangan, belum lagi yang masih belum bisa hengkang dari majikannya dan belum lagi yang masih kerasan.

Terkadang bingung sekali dengan mereka, mengapa mereka berlomba-lomba ingin pergi ke negeri orang, bahkan dengan keterampilan yang minim pun mereka nekat. Padahal tidak sedikit berita yang menunjukkan bukti bahwa sebagian besar TKI yang menunggu kepulangan atau yang pulang dengan luka di tubuh permanen, dan mengalami penyiksaan fisik dan psikis.


Biyuh-biyuh, jika mereka berpikir bisa mengumpulkan rupiah atau dolar dari bekerja di luar, rasanya kok sedikit yang menceritakan demikian. Cerita yang paling banyak adalah sudah berbulan-bulan mereka tidak menerima gaji dan mengalami penyiksaan. Pun demikian dengan yang sedang menunggu kepulangan di konsulat, tidak bisa segera berkumpul dengan keluarga karena tidak ada ongkos untuk pulang dan paspor yang masih ditahan majikan.

Ada seorang kawan lain yang bercerita, sanak saudaranya ada yang menjadi TKI. Alih-alih untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, eh malahan bukan uang yang didapati, tetapi pulang dengan tangan hampa dan mendapati keluarganya telah tercerai berai. Kawanku itu kemudian dengan keukehnya mengatakan kepada semua orang “nggak usah jadi TKI, kebisaan apa yang kamu miliki lakukanlah. Bisa masak ya jualan makanan. Bisa nyemen ya jadilah pekerja bangunan. Di negerimu sendiri, bukan di negeri orang lain.”

Mungkin jika ingin berpikir untuk menjadi TKI, kau harus berpikir 2 kemungkinan. Pertama, jika kamu tidak punya kemampuan bahasa dan skill lain, maka kau akan tertahan tidak bisa pulang atau pulang dengan luka permanen. Kedua, jika kau punya skill dan kemampuan berbahasa dan mungkin kau akan betah tinggal di sana, maka kau akan melupakan keluargamu yang menunggu mu atau kau akan membentuk keluarga baru di sana. Wuih nggak enak kabeh.......

Di masa globalisasi ini, memang benar dunia tanpa batas, kita bisa ke negeri orang, orang asing pun bisa ke negeri kita. Tapi berpikirlah, jika kau ke negeri orang, Apa yang sudah kamu punya untuk bisa bersaing di sana, jika engkau hanya punya harga diri maka hargailah dirimu di negerimu dulu, karena belum tentu orang di luar sana akan menghargaimu lebih tinggi dari harga yang kau patok untuk dirimu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar